Kamis, 18 Agustus 2016

PERANAN BANTUAN HUKUM PASCA REFORMASI


     Kondisi penegakan hukum pasca reformasi semakin memperihatinkan, dalam hal ini patut menjadi bahan renungan yang mendalam meskipun terdapat adagium mengenai “Tegakkan hukum walaupun langit runtuh”, nampaknya adagium ini sangat jauh dari kenyataan yang kita hadapi sekarang.
     Melihat kondisi penegakan hukum dan keadilan ini kiranya harus diubah mengenai adagium diatas menjadi “Tegakkan hukum sebelum langit runtuh”, karena ketika langit runtuh justru manusialah yang akan diadili menurut kaedah agama. Kaitannya dengan runtuhnya langit (kiamat) bahkan diyakini akan terjadi karena sudah tidak adanya keadilan di bumi.
    Dalam penegakan hukum dan keadilan tersebut banyak teri-teori dan kerangka konsepsi yang menempatkan peranan bantuan hukum yang diberikan dalam proses-proses hukum dan ligitasi. Dalam bantuan hukum yang menjalankan penegakan hukum dan keadilan di pengadilan ialah seorang Advokat atau penasehat hukum. Dalam hal ini yang terpenting adalah fungsi dari seorang advokat ialah memberikan bantuan hukum kepada siapapun guna mendapatkan keadilan. Terkadang seorang advokat harus memberikan bantuan hukum secara gratis kepada masyarakat kurang mampu serta yang buta terhadap hukum, baik masalah pidana maupun perdata.
Profesi dari advokati setidaknya memberikan bantuan hukum yang mencakup kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut: Pemberian informasi hukum, Pemberian nasehat hukum, Pemberian jasa hukum, Bimbingan hukum, Memberikan jasa perantara, serta menjadi kuasa masyarakat didalam atau diluar pengadilan.
     Meluasnya bantuan hukum pada masa saat ini merupakan dari kesadaran berbagai advokat dalam menyelenggarakan bantuan hukum. Pendirian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tidak hanya berada dikalangan praktisi saja melainkan menyebar luas kepada kelangan akademisi, khususnya bantuan hukum yang didirikan oleh Fakultas Hukum di berbagai Universitas baik negeri maupun swasta di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memberikan bantuan dalam mencari keadilan kepada masyarakat, selain itu juga merupakan tempat bagi mahasiswa dalam mempraktekkan ilmunya, serta guna menunjukkan bahwa teori terkadang tidak sesuai dengan kenyataan yang berada di lapangan.
     Saat ini masyarakat semakin mudah dalm mencari keadilan dalam bantuan dan pelayanan hukum karena banyak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang didirikan  di kantor-kantor pengadilan ataupun disetiap pos-pos di lingkungan sekitar masyarakat. Dalam hal ini bertujuan, agar setiap keluhan dan laporan dari masyarakat langsung bisa ditampung dan dilayani dengan baik.

Fungsi dan peranan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sebagai berikut: 

1. Public Service
Berdasarkan kondisi sosial ekonomi sebagian besar masyarakat Indonesia tergolong kurang mampu dalam hal menggunakan dan membayar jasa advokat, maka LBH memberikan jasa-jasanya dengan Cuma-Cuma (Gratis).

2. Social Education
Berdasarkan kondisi sosial cultural, dimana lembaga dengan suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta metode kerja yang praktis harus memberikan peranan-peranan dan petunjuk-petunjuk untuk mendidik masyarakat agar lebih sadar dan mengerti mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban menurut hukum.

3. Perbaikan Tertib Hukum
Berdasarkan kondisi social politik, dimana peranan lembaga tidak hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan dibidang peradilan yang umumnya pada profesi pembelaan khusus, akan tetapi bisa juga melakukan pekerjaan-pekerjaan Ombudsman selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol dengan kritik dan saran untuk memperbaiki atau mengoreksi tindakan penguasa yang merugikan masyarakat.

4. Pembaharuan Hukum
Berdasarkan pengalaman praktis dalam melaksanakna fungsi lembaga menemukan banyak sekali peraturan-peraturan hukum yang sudah using tidak memenuhi kebutuhan saat ini, bahkan terkadang bertentangan atau menghambat perkembangan keadaan, maka Lembaga dapat mempelopori usul-usul perubahan undang-undang itu.

5. Pembukaan Lapangan Kerja
Berdasarkan kenyataan yang banyak terdapat pengangguran Sarjana-Sarjana Hukum yang belum dimanfaatkan pada pekerjaan yang relevan dengan bidangnya dalam rangka pembangunan nasional. Jika LBH dapat didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor LBH disetiap ibukota kabupaten, maka banyak sekali tenaga sarjana-sarjana hukum dapat ditampung dan dimanfaatkan.

6. Practical Training
Fungsi practical training tidak kalah pentingntya, bahkan diperlukan oleh lembaga dalam mendekatkan dirikan dan menjaga hubungan baik dengan sentrum-sentrum ilmu pengetahuan yaitu kerjasama antara lembaga dengan Fakultas-Fakultas Hukum setempat. Kerjasama ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Keuntunhan yang diperoleh lembaga hukum, dapat menjadikan lembaga sebagai tempat lahan praktek bagi mahasiswa-mahasiswa hukum dalam mempersiapkan menjadi sarjana hukum, dalam hal ini mahasiswa dapat menguji teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan dan kebutuhan dalam praktek dan sekaligus mendapatkan pengalaman.

     Apabila bantuan hukum dapat menjalankan atau melaksanakan 6 (enam) fungsi dan peranan dari LBH diatas di era pasca Reformasi ini maka Peran Bantuan Hukum akan menjadi sangat ideal dalam menegakkan hukum di Indonesia.

Read More...

BENTUK-BENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pengetahuan mengenai bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan sangat penting dalam perancangan perundang-undangan karena :
Telah dikemukakan bahwa setiap pembentukan perundang-undangan harus mempunyai landasan yuridis yang jelas.
  • Tidak setiap peraturan perundang-undangan dapat dijadikan landasan atau dasar yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan. Hanya peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk dapat dijadikan landasan atau dasar yuridis.
  • Dalam pembentukan perundang-undangan berlaku prinsip bahwa peraturan perundangan yang sederajat atau yang lebih tinggi dapat menghapuskan peraturan perundang-undangan sederajat atau yang lebih rendah.
  • Faktor keempat mengenai pentingnya pengetahuan mengenai peraturan  perundang-undangan karena bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan senantiasa berkaitan dengan materi buatan.

Dari uraian-uraian diatas, Nampak betapa pentingnya pengetahuan mengenai seluk-beluk peraturan perundang-undangan untuk menciptakan suatu system peraturan perundang-undangan yang tertib sebagai salah satu unsur  peraturan perundang-undangan yang baik.
Dalam perjalan ketatanegaraan Republik Indonesia, dikenal berbagai bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan antara lain : Tahun 1945-1949 dikenal Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (PERPU), dan Peraturan Presiden. Pada masa UUDS 1950 dikenal Perturan Perdana Mentreri. Tahun 1959-1966 dikenal Penetapan Presiden dan Peraturan presiden yang kemudian dipandang sebagai bentuk yang menyimpang dari ketentuan UUd 1945. 
Dalam rangka penerbitan, MPRS pada tahun 1966 membuat ketetapan yang mengatur mengenai bentuk dan jenis peraturan perundang-undangan yang dipandang sesuai dengan UUD 1945 (TAP MPRS No. XX/MPRS/1966.)

1.  Undang-undang Dasar 1945
UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam system perundang-undangan Indonesia. Karena itu dalam tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, UUD diletakkan pada urutan pertama. Kedudukan tertinggi baik dilihat dari pembentukan peraturan perundang-undangan maupun tindakan kenegaraan atau pemerintah lainnya mengandung pengertian hukum (yuridis) tertentu. Pengertian hukum tersebut adalah bahwa baik tata cara maupun materi muatan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan atau maksud UUD 1945.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR)
Kehadiran bentuk Tap MPR dapat didasarkan pada 2 hal antara lain :
ketentuan-ketentuan yang tersirat dalam UUD 1945. Adanya ketentuan-ketentuan yang tersirat sekaligus mengandung kekuasaan tersirat (implied power) diakui oleh setiap system UUD.
dasar kedua bagi bentuk Tap MPR adalah praktek ketatanegaraan atau kebiasaan ketatanegaraan. Praktek atau kebiasaan ketatanegaraan merupakan salah satu sumber Hukum Tata Negara dan terdapat pada setiap Negara. System ketatanegaraan Indonesia mengakui kehadiran praktek atau kebiasaan ketatanegaraan seperti disebutkan dalam penjelasan UUD 1945; “ Undang-Undang Dasar suatu Negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu, Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelengaraan Negara, meskipun tidak tertulis”.  

3. Undang-undang
Dalam UUD 1945 terdapat ketentuan-ketentuan yang menyatakan hal-hal tertentu diatur oleh Undang-Undang. Materi muatan yang secara tegas diperintahkan UUD 1945 harus diatur dengan Undang-Undang adalah :
Keanggotaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Pasal 2 ayat 1)
 Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya (Pasal 12)
Susunan Dewan Pertimbangan Agung (Pasal 16 ayat 1)
Bentuk dan susunan Pemerintahan Daerah (Pasal 18)
Susunan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 ayat 1)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Pasal 23 ayat 1)
Pajak (Pasal 23 ayat 2)
Macam dan harga mata uang (Pasal 23 ayat 3)
Hal keuangan Negara (Pasal 23 ayat 4)
Badan Pemeriksa Keuangan (Pasal 23 ayat 5)
Susunan dan kekuasaan badan kehakiman (Pasal 24 ayat 2)
Syarat menjadi dan diberhentikan sebagai hakim (Pasal 25)
Syarat-syarat kewarganegaraan (Pasal 26)
Kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dan sebagainya (Pasal 28)
Syarat-syarat pembelaan Negara (Pasal 30)
System pengajaran (pendidikan) nasional (Pasal 31 ayat 2)

4. Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-undang (PERPU)
Perpu ditetapkan Presiden dan merupakan peraturan perundang-undangan yang bersifat darurat. Karena itu dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950 disebut “undang-undang darurat”. Yang dimaksud dengan “pengganti undang-undang”, adalah bahwa materi muatan Perpu merupakan materi muatan undang-undang. Dalam keadaan biasa (normal) materi muatan tersebut harus diatur dengan undang-undang. Sebagai peraturan darurat Perpu mengandung pembatasan-pembatasan
Perpu hanya dikeluarkan “dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa“. Dalam praktek “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” diartikan secara luas. Tidak hanya terbatas pada keadaan yang mengandung suatu kegentingan atau ancaman, tetapi termasuk juga kebutuhan yang dipandang mendesak. Kewenangan menetapkan Perpu adalah Presiden, maka Presidenlah yang secara hukum menentukan kegentingan yang memaksa.
Perpu hanya berlaku untuk jangka waktu yang terbatas. Presiden – paling lambat dalam masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat berikutnya – harus mengajukan Perpu ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk memperoleh persetujuan. Apabila disetujui oleh DPR maka Perpu tersebut berubah menjadi Undang-Undang. Kalau tidak disetujui, Perpu itu harus dicabut.
5. Peraturan Pemerintah.
UUD 1945, pasal 5 ayat (2) menyebutkakan : “ Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.” Berdasarkan ketentuan ini, Peraturan Pemerintah (PP), dibuat oleh Presiden hanya untuk melakdanakan undang-undang. Tidak akan ada Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan UUD 1945, TAP MPR, atau semata-mata didasarkan pada kewenangan mandiri (original power) Presiden membentuk peraturan perundang-undangan.
Peraturan pelaksanaan tersebut perlu dengan ancaman pidana, hanya peraturan pemerintah satu-satunya peraturan pelaksanaan yang dimungkinkan memuat ancaman pidana. Ketentuan IS pernah juga terdapat dalam UUDS 1950, Pasal 98 ayat 2 yang berbunyi peraturan pemerintah dapat mencantumkan hukuman-hukuman atas pelanggaran aturan-aturannya. 
Faktor kedua yang dapat dijadikan dasar mempergunakan bentuk Peraturan Pemerintah walaupun Undang-undang yang akan dilaksanakan tidak menyebut dengan tegas, apabila materi muatan mengandung hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban rakyat banyak. 
6. Keputusan Presiden
UUD 1945 tidak mencantumkan secara tegas mengenai kewenangan Presiden dalam membuat keputusan Presiden. Dan begitu pula keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Menurut UUD 1945 Presiden memegang kekuasaan pemerintahan, Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara tertinggi, ketentuan tersebut menunjukan bahwa Presiden ialah penanggung jawab dan pimpinan penyelenggara pemerintahan sehari-hari. Fungsi Negara ialah membuat keputusansesuai dengan perkembangan, keputusan administrasi Negara dan tidak sekedar terbatas pada membuat ketetapan ( beschikking ) tetapi juga membuat peraturan-peraturan ( regeling ). 
Dilihat dari sifat berlakunya ada dua macam keputusan Presiden yaitu yang bersifat konkrit-individual (beschikking) dan yang bersifat umum (peraturan perundang-undangan). Keputusan Presiden yang bersifat mengatur hanya mengenai hal-hal yang berkaitan langsung dengan UUD 1945, MPR atau Peraturan Pemerintah. Presiden juga harus memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan seperti tidak boleh mengatur materi muatan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya, tidak membuat ancaman pidana sebagainya. 
7. Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri
Tap No.XX/MPRS/1966 menyebut Peraturan Menteri sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Dalam praktek, selain Peraturan Menteri juga terdapat Keputusan Menteri. Peraturan Menteri ialah keputusan (besluit) yang bersifat mengatur (regelen), sedangkan Keputusan Menteri ialah Keputusan yang bersifat ketetapan (beschikking).yang diatur oleh Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri yaitu:
a) Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri hanya dapat mengatur hal-hal yang secara tegas diperintahkan oleh suatu peraturan perundang-undanganyang lebih tinggi tingkatannya.
b) Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri hanya boleh mengatur hal-hal prosedural administratif dalam lingkungan Departemennya seperti keorganisasian, tata kerja, tata perizinan, tata permohonan, dan lain-lain semacam itu.  
8. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
Peraturan Daerah adalah nama peraturan perundang-undangan tingkat daerah yang ditetapkan Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD. Kewenangan Pemerintah Daerah membentuk Peraturan Daerah merupakan salah satu ciri yang menunjukan bahwa Pemerintahan Tingkat Daerah tersebut adalah satuan Pemerintahan Otonom – berhak mengatur dan mengurus rumah tangga Daerahnya sendiri. Susunan alat kelengkapan pemerintahan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan Dean Perwakilan Rakyat Daerah adalah semacam susunan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dan Peraturan Daerah adalah semacam undang-undang (dalam arti formal). Karena itu tata cara pembentukan Peraturan Daerah pada dasarnya sebangun dengan tata cara penbebntukan undang-undangtanpa mengurangi perbedaan tertentu.
Telah dikemukakan bahwa Peraturan Daerah merupakan salah satu ciri daerah yang mempunyai hak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (otonom). Urusan rumah tangga daerah berasal dari dua sumber yaitu otonomi dan tugas pembantuan (medebewind). Karena itu Peraturan Daerah akan terdiri dari Peraturan Daerah dibidang otonomi dan Peraturan Daerah dibidang tugas pembantuan. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara kedua Peraturan Daerah tersebut. Perbedaan hanya terletak pada jangkauan peraturannya. Peraturan Daerah dibidang otonomi mencakup seluruh aspek urusan rumah tangga daerah – baik yang menyangkut isi maupun tata cara penyelenggaraannya. Sedangkan Peraturan Daerah dibidang tugas pembantuan hanya mengenai tata cara penyelenggaraan urusan tersebut.
Urusan-urusan yang dapat diatur dengan Peraturan Daerah ialah baik urusan-urusan yang ditetapkan sebagai urusan rumah tangga daerah maupun urusan-urusan lain sepanjang belum diatur atau tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. 

Read More...

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Dalam ilmu hukum biasanya terdapat tiga dasar agar hukum mempunyai dasar-dasar berlaku yang baik yaitu : Yuridis, Sosiologis, Filosofis

Karena ketiga unsur ini begitu penting untuk pembuatan suatu perundang-undangan dan terdapat pula kaedah-kaedah yang tercantum dalam perundang-undangan serta sah secara hukum (legal validity) dan berlaku efektif karena dapat atau akan diterima masyarakat secara wajar dan berlaku untuk waktu yang panjang.
  • Keharusan adanya kewenangan dari pembuat perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Kalau tidak, peraturan perundang-undangan itu batal demi hukum (van rechtswegenietig).
  • Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.
  • Keharusan mengikuti tatacara tertentu. Apabila tatacara tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat. Peraturan daerah dibuat oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD.
  • Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan UUD.

Dalam hubungan dasar yuridis ini, ada beberapa pendapat antara lain :
  1. Hans Kelsen berpendapat bahwa setiap kaidah hukum harus berdasarkan yang lebih tinggi tingkatannya.
  2. W. Zevenbergen berpendapat bahwa, setiap kaidah hukum harus memenuhi syarat-syarat pembentukannya (op de vereischte wijze is tot stand gekomen).
  3. Logemann, kaidah hukum mengikat kalau menunjukkan hubungan keharusan ( hubungan memaksa ) antara suatu kondisi dan akibatnya ( dwingend verband ).

Dasar sosiologis artinya mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. SOERJONO SOEKANTO- PURNADI PURBACARAKA mencatat dua landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum, yaitu:
  1. Teori Kekuasaan ( machttheorie ) secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat.
  2. Teori Pengakuan ( Annerkennungstheori ) yaitu kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat tempat hukum itu berlaku.

Dasar filosofis setiap masyarakat selalu mempunyai "rechtsidee" yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dalam sebagainya. Semuany bersifat filosofis artinya menyangkut  pandangan mengenai inti atau hakikat sesuatu. 

VAN der Vlies membedakan antara asas-asas formal dan asas material. Asas formal meliputi: 
  • Asas tujuan yang jelas ( beginsel van duidelijke doelstelling )
  • Asas organ/lembaga yang tepat ( beginsel van het juiste orgaan )
  • Asas perlunya peraturan ( het noodzakelijkheidsbeginsel )
  • Asas dapat dilaksanakan ( het beginsel van uitvoerbaarheid )
  • Asas konsensus ( het beginsel van den consensus )


Asas-asas material meliputi :
  • Asas tentang triminologi dan sistematika yang benar ( het beginsel van duidelijke terminologie en duidelijke systematiek )
  • Asas tentang dapat dikenali (het beginsel van kenbaarheid)
  • Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel)
  • Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel)
  • Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van de individuele rechtsbedeling).


Read More...

TEMPAT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM SISTEM HUKUM

Pada dasarnya Sistem hukum didunia dapat dibagi kedalam dua kelompok besar yaitu sistem hukum kontinental dan sistim hukum anglo sakson. Selain kedua sistem tersebut terdapat juga sistem hukum lain seperti hukum Islam, sistem hukum sosialis, dan lain-lain. 
Terlepas dari adanya berbagai system hukum seperti tersebut diatas, yang relevan dalam penyelidikan mengenai tempat peraturan perundang-undangan adalah system hukum continental dan system anglo saxon.
Sistem kontinental berkembang di Eropa daratan. Perancis dapat disebut sebagai Negara yang paling terdahulu mengembangkan sistem hukum ini. Sistem hukum kontinental mengutamakan hukum tertulis yaitu peraturan Perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukumnya. Sistem hukum kontinental sering pula disebut sistem hukum kodifikasi (codified law). Pemikiran kodifikasi ini dipengaruhi oleh konsepsi Negara hukum abad 18-19. Untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan tindak sewenang-wenang dan demi kepastian hukum, kaidah-kaidah hukum harus tertulis dalam bentuk undang-undang. Lebih lanjut pemikiran ini menyatakan bahwa, suatu undang-undang itu baik kalau dipenuhi beberapa syarat yaitu: Undang-undang harus bersifat umum (algemeen) dan Undang-undang harus lengkap, tersusun dalam suatu kodifikasi.
Sistem kontinental menyebar keluar dari Eropa melalui penjajahan seperti Perancis di Afrika, Indo China, Belanda di Indonesia, Spanyol diNegara-negara Amerika Latin. Negara-negara yang menjalankan sistem kontinental meskipun tidak dijajah seperti Jepang dan Thailand. Jepang banyak di pengaruhi oleh sistem hukum Jerman, sedangkan Thailand banyak dipengaruhi oleh sistem hukum Perancis.
Sistem hukum anglo saxon mengalir dari Inggris dan menyebar keNegara-negara dibawah pengaruh Inggris seperti Amerika Serikat, Canada, Australia, dan lain sebagainya. Peraturan Perundang-undangan pada sistem hukum anglo sakson tidak dijadikan sebagai sendi utama sistemnya. Sendi utamanya ada pada yurisprudensi. Sistem hukum ini sering disebut sebagai sistem hukum yang berdasar atas kasus ( case law system ).

Makin besarnya peranan peraturan peundang-undangan terjadi karena beberapa hal antara lain :
  1. Peraturan perundang-undangan merupakan kaidah hukum yang mudah dikenali (diidentifikasi), mudah diketemukan kenbali, mudah ditelusuri. Sebagai kaidah hukum tertulis, bentuk, jenis dan tempatnya jelas. Begitu pula pembuatnya.
  2. Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih nyata karena kaidah-kaidahnya mudah diidentifikasi dan mudah diketemukan kembali.
  3. Struktur dan sistematika peraturan perundang - undangan lebih jelas sehingga memungkinkan untuk diperiksa kembali dan diuji baik segi-segi formal maupun materi muatannya.
  4. Pembentukan dan pengembangan peraturan perundang-undangan dapat direncanakan. Faktor ini sangat penting bagi Negara-negara yang sedang membangun termasuk membangun system hukum baru yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

Cara untuk mengatasi kekurangan peraturan Perundang-undangan adalah dengan memperbesar peranan hakim. Untuk itu hakim harus menafsirkan, melakukan analogi, melakukan penghalusan hukum ( rechtsvervijning ), atau argumentum a contrario.
Di Indonesia hingga saat ini, sekurang-kurangnya ada tiga sistem hukum yang berlaku yaitu: sitem hukum adat yaitu hukum tidak tartulis yang terwujud ( bukan terbentuk ) melalui putusan kepala adat, sistem hukum agama yaitu sistem hukum Islam, dan sistem hukum barat yaitu sistem kontinental karena belanda termasuk kedalam lingkungan sistem kontinental. Peninggalan ini nampak pada KUHDagang, KUHPerdata, KUHPidana dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya.
Read More...

HUKUM, PERATURAN, PERUNDANG-UNDANGAN DAN UNDANG-UNDANG

Peraturan Perundang-undangan yaitu peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Undang-undang yaitu peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Hukum yaitu segala bentuk peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang isinya larangan dan suruhan berupa apa yang boleh, tidak boleh dan yang melanggarnya akan dikenakan sanksi berupa denda, kurungan, dan sebagainya.
Hubungan antara Perundang-undangan dengan Undang-undang dan Hukum yaitu peraturan Perundang-undangan itu sama dengan Undang-undang atau sama dengan Hukum karena Undang-undang itu sebagian dari peraturan Perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan terdiri dari Undang-undang dan berbagai peraturan Perundang-undangan lain seperti ketetapan MPR, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah dan lain sebagainya. Selanjutnya tidak salah dikatakan Undang-undang itu Hukum.
Ilmu hukum (rechtswetenschap) membedakan antara: Undang-undang dalam arti material (wet in materiele zin) yaitu setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum. Inilah yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang dalam arti formal (wet in formele zin) yaitu keputusan tertulis sebagai hasil kerjasama antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislative yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum. Dilihat dari bentuknya yang tertulis dan sifat mengikatnya yang mengikat secara umum maka undang-undang adalah salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Perbedaannya dengan peratutran perundang-undangan lain terletak pada cara pembentukannya yaitu kerjasama antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislative. Di Indonesia, undang-undang adalah hasil kerja sama antara Presiden dan DPR. Karena peraturan perundang-undangan adalah salah satu aspek dari hukum, maka pengkajian peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari pengkajian hukum.

Read More...